Di seluruh provinsi, Covid-19 juga telah menewaskan cukup banyak petugas kesehatan, tanda bagaimana sistem perawatan kesehatan telah berjuang untuk mengatasi pandemi.
Perawat Ari Puspita Sari, yang sedang hamil, meninggal pada 18 Mei di Surabaya karena virus.
Dr Anang Eka Kurniawan juga meninggal karena penyakit itu pada 19 Juni di kota itu, menyusul kematian Covid-19 adiknya, yang juga seorang dokter, dan orang tuanya, yang merupakan petugas kesehatan, di pulau Madura.
Sejauh ini, 116 dokter telah dites positif Covid-19, 21 di antaranya telah meninggal, kata ketua Ikatan Dokter Indonesia cabang Jawa Timur, Dr Sutrisno, yang seperti banyak orang Indonesia menggunakan satu nama. Penyakit ini juga menginfeksi 354 perawat, 11 di antaranya telah meninggal, tambahnya.
“Ada begitu banyak pasien, terutama mereka yang tanpa gejala, (di rumah sakit) dan mereka tidak mudah dikenali oleh dokter pada tahap awal,” katanya.
Dr Sutrisno juga mengatakan bahwa banyak petugas kesehatan yang menjadi sakit telah melayani di pusat-pusat komunitas kesehatan, titik kontak pertama untuk orang sakit, di mana sistem peringatan dini dan deteksi penyakit tidak tersedia.
Dr Joni Wahyuhadi, yang memimpin tim manajemen kuratif gugus tugas Covid-19 Jawa Timur, mengakui bahwa sejumlah rumah sakit kewalahan ketika jumlah kasus meningkat tajam bulan lalu.
Dr Joni, yang merupakan direktur utama di Rumah Sakit Umum Dr Soetomo yang berbasis di Surabaya, mengatakan bahwa ketika infeksi melonjak pada awal Juni, rumah sakit dapat melihat 40 pasien dengan kondisi sedang hingga berat membanjiri unit gawat daruratnya berteriak-teriak untuk mendapatkan tempat tidur pada satu hari.
Dia menambahkan bahwa sementara 300 rumah sakit siap menerima pasien Covid-19, masalahnya terletak pada distribusi pasien.
“Sementara beberapa rumah sakit kelebihan beban, yang lain kekurangan pasien,” katanya.
Menempatkan pasien dengan gejala ringan hingga sedang dan mereka yang memiliki gejala parah di rumah sakit yang berbeda telah membantu meringankan beban, kata Dr Joni.
Ahli epidemiologi telah memperingatkan bahwa Jawa Timur masih menghadapi perjuangan berat karena kasus baru terus meningkat, dan tanpa pengujian yang memadai, rantai infeksi tidak dapat dengan mudah diputus.
Dr Windhu mengatakan bahwa dengan 40 juta penduduk, provinsi ini membutuhkan setidaknya 40.000 tes mingguan agar sejalan dengan tolok ukur pengujian Organisasi Kesehatan Dunia.
“Kapasitas pengujian kami memang meningkat dengan 4.500 tes per hari. Tapi idealnya, kita membutuhkan 5.700 tes harian, jadi kita harus mengejar ketinggalan,” katanya.
Masalah lainnya adalah dengan kecepatan hasil tes.
+ There are no comments
Add yours